MAKALAH ILMU DAKWAH

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Makalah.
Aktivitas dakwah sebenarnya telah ada sejak adanya upaya menyampaikan dan mengajak manusia ke jalan Allah, namun kajian akademik keilmuannya masih tertinggal dibandingkan dengan panjangnya sejarah dakwah yang ada. Sebagai sebuah realita, dakwah merupakan bagian yang senantiasa ada sebagai aktivitas keagamaan umat Islam. Sementara sebagai kajian keilmuan pastinya hal ini memerlukan spesifikasi yang berbeda dan persyaratan tertentu.
Dewasa ini terdapat beberapa fenomena yang kemudian menempatkan kesadaran umat bahwa dakwah sebagai suatu aktivitas keagamaan memang memiliki kekutan yang besar dalam membentuk kecendrungan masyarakat. Hal ini sekaligus menumbuhkan secara jelas dan tegas sehingga ilmu ini dapat memberikan inspirasi yang baik bagi kecendrungan masyarakat. 
Maraknya dakwah, ternyata belum mampu menahan masuknya beberapa ajaran atau pemahaman yang tidak relevan dengan nilai-nilai ajaran agama secara hedonistik, matrealistik, dan sekuleristik.  Hal inilah yang kemudian menimbulkan kesalahpahaman dalam memahami dan menghayati pesan simbolis keagamaan. Sehingga ritualitas perilaku kesalehan dalam beragama masyarakat tidak menerangkan tentang perilaku keagamaan yang sesungguhnya di mana nilai-nilai keagamaan menjadi pertimbangan dalam berfikir maupun bertindak oleh individu maupun sosial.
Ilmu dakwah mengalami proses perkembangan yang positif sehinnga semakin hari semakin estabilished sehingga semakin waktu mendapat sambutan dan pengakuan dari masyarakat mengenai eksistensinya.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Takrif Ilmu Dakwah.
Takrif atau definisi  ilmu dakwah ini belum banyak dirumuskan dalam berbagai literatur yang membahas tentang dakwah. Definisi yang banyak dijumpai adalah definisi dakwah yang bukannya llmu dakwah, atau dengan kata lain definisi yang banyak itu adalah definisi dakwah sebagai suatu aktifitas keagamaan dan bukannya definisi dakwah sebagai ilmu pengetahuan.
Rumusan dakwah  yang muncul pada saat itu adalah:
1.    Ilmu dakwah adalah ilmu yang mempelajari proses penyampaian ajaran islam kepada yang umat.
2.    Ilmu dakwah adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala penyampaian agama dan proses keagamaan dalam segala seginya.
Sedangkan Toha Yahya Oemar memberikan dua macam definisi ilmu dakwah, yaitu definisi secara umum dan definisi menurut Islam.
Adapun definisi ilmu dakwah secara umum ialah suatu ilmu pengetahuan yang berisi cara-cara  dan tuntutan bagaimana seharusnya menarik perhatian manusia untuk menganut, menyetujui, melaksanakan suatu ideologi, pendapat pekerjaan yang  tertentu. Adapun definisi dakwah menurut islam ialah mengajak manusia dengan cara yang sangat bijaksana kepada jalan yang benar sesuai peringatan Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat”.[1]
Banyak definisi ilmu dakwah yang menekankan aspek dakwah sebagai realitas sosial, bukan dakwah sebagai kewajiban setiap muslim. Pandangan dakwah sebagai kewajiban akan mengarahkan ilmu dakwah sebagai kajian normatif. Kajian normatif dakwah melibatkan nash Al Qur’an dan Al Sunnah sebagai pijakan utama. Ia tidak hanya menafsirkan nash terkait dengan dakwah, namun menghubungkan secara timbal balik antara nash dan realitas sosial.
Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas maka ilmu dakwah  dapat ditakrik sebagai berikut: Ilmu dakwah adalah ilmu yang membahas tentang bentuk-bentuk penyampaian ajaran islam kepada seseorang atau sekelompok orang terutama mengenai bagaimana seharusnya menarik perhatian manusia agar mereka menerima dan mengamalkan ajaran islam secara kaffah”.[2]
Setelah mengetahui unsur-unsur dakwah yang terdapat dalam Al Qur’an dan Al Sunnah, selanjutnya pekerjaan besar kita adalah merancang model dakwah ideal yang dikehendaki oleh dua sumber ajaran Islam tersebut. Setelah menemukan model tersebut, tugas selanjutnya adalah menyamakan persepsi tentang dakwah dengan seluruh elemen yang sudah lebih dahulu bergerak di bidang dakwah. Jika ternyata sebuah organisasi dakwah sudah berdakwah dengan landasan yang sesuai dengan jiwa Al Qur’an dan Al Sunnah maka kita harus mendukungnya. Jika suatu kelompok dakwah merasakan bahwa mereka masih banyak kekurangan dari apa yang dikehendaki Al Qur’an dan Al Sunnah, mereka harus berlapang dada untuk menerima kehadiran koreksi dari dua sumber tersebut. Jika selama ini sebuah kelompok telah melakukan kekeliruan, mereka harus berani untuk menghapus kesalahan tersebut dan  menggantinya dengan AlQur’an dan Hadits.
Akibat kurang lengkapnya informasi tentang makna dakwah yang sebenarnya, akhirnya kita menemukan banyak sekali problem yang menghadang lajunya gerak kebangkitan Islam. Masing-masing kelompok dakwah masih merasa paling benar yang berakhiran kepada saling menuding bahwa orang yang tiada berada dalam grupnya adalah kelompok yang salah.
Sebagian kelompok dakwah kehilangan orientasi dakwah, bagian mana yang seharusnya mendapatkan prioritas. Yang terjadi adalah mereka disibukkan oleh perkara-perkara kecil  dan melupakan agenda besar yang seharusnya di selesaikan, mudah-mudahan mereka adalah orang-orang yang sudah bangun di penghujung malam untuk menanti tibanya subuh kebangkitan Islam.
            Tetapi jika rambu sudah kehilangan, maka kegiatan coba-coba sudah tidak berlaku, kita harus taat dengan rambu yang menunjukkan kita kepada tujuan yang sebenarnya dari dakwah.

B.  Dakwah dan Proses Keilmuannya.
Jalaluddin Rahmat mengatakan bahwa ”dakwah adalah fenomena sosial yang dirangsang keberadaannya oleh nash-nash agama Islam. Fakta-fakta sosial tersebut dapat di kaji secara empiris terutama pada aspek proses penyampaian dakwah serta internalisasi nilai agama bagi penerima dakwah”. [3]
Dakwah yang demikian itu baik yang dilakukan secara perorangan atau kelompok atau lembaga, yang dilakukan dengan berbagai media atau pendek kata dakwah dengan segala problematikanya adalah merupakan kenyataan sosial yang dapat diamati sehinnga merupakan pengetahuan. Pengetahuan tentang dakwah di atas dapat dikembangkan menjadi suatu ilmu pengetahuan tentang dakwah.
Untuk memahami persoalan ini terlebih dahulu harus dipahami apa yang disebut pengetahuan dan apa yang disebut dengan ilmu pengetahuan serta bagaimana proses yang berlangsung suatu ilmu pengetahuan bisa berubah atau meningkat menjadi ilmu pengetahuan.
Pengetahuan yang dalam bahasa inggrisnya knowledge adalah gambaran atau kesan yang terdapat dalam pikiran manusia tentang suatu hal baik mengenai sesuatu yang konkret maupun abstrak sebagai hasil dari penangkapan beberapa indranya.
S. I Poeradisastro mengartikan ”pengetahuan itu sebagai: kumpulan fakta yang saling berhubungan satu sama lain mengenai suatu hal tertentu”. [4]
Objek pengetahuan manusia itu bermacam-macam ada yang kalanya, tentang dirinya, tentang benda-benda di sekelilingnya, tentang alam raya ini, tentang kehidupan manusia sehari-hari, tentang kegiatan keagamaan, dan sebaginya. Pengetahuan itu dapat diperoleh dengan tidak sengaja. Pengetahuan itu oleh Poedjawijadna dikatakan bisa berupa pengetahuan khusus dan berupa pengetahuan umum. Sedangkan pengetahuan umum yang merupakan pengetahuan yang berlaku bagi seluruh macam dan masing-masing dan macamnya.
Apabila hal ini diterapkan  dalam dakwah, maka pengetahuan tentang suatu segi dari beberapa segi pelaksanaan dakwah adalah merupakan pengetahuan yang khusus mengenai segi dakwah tersebut. Apabila pengetahuan itu semakin dalam dan ditambah dengan pengetahuan-pengetahuan yang lain mengenai segi-segi lain yang lebih luas dari dakwah maka pengetahuan itu dapat berkembang menjadi pengetahuan umum tentang dakwah.
Terlepas apakah pengetahuan itu merupakan pengetahuan yang khusus maupun pengetahuan yang umum, suatu pengetahuan itu memilki dua tingkatan, yaitu pengetahuan biasa dan ilmiah.
Pengetahuan biasa adalah pengetahuan yang digunakan orang yang terutama untuk kehidupannya sehari-hari tanpa disertai penyelidikan lebih lanjut dengan sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya tentang seluk beluk, sebab dan akibatnya. Sedangkan pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang tidak sekadar ilmu semata-mata, tetapi pengetahuan yang disertai dengan penyelidikan yang mendalam sehingga dapat diyakini kebenarannya serta diketahui apa sebabnya demikian, dan mengapa harus demikian.
Pengetahuan mengenai dakwah seperti diterangkan di atas adalah merupakan pengetahuan biasa, karena pengetahuan ini hanya sekadar tahu tentang dakwah tanpa adanya penyelidikan dan analisis lebih lanjut tentang dakwah tersebut. Akan tetapi, pengetahuan tersebut dapat meningkatkan menjadi pengethuan ilmiah atau ilmu dakwah jika pengetahuan biasa tersebut kemudian dikembangkan dalam penelitian sehingga dapat diketahui tentang sebab akibat atau kualitas dari pelaksanaan unsur-unsur dakwah.
Tentu saja untuk menjadikan ilmu dakwah menjadi sebuah ilmu pengetahuan memerlukan persyaratan yang ahrus dipenuhi. Persyaratan ilmia itu dapat diketahui dari definisi ilmu itu sendiri.
Ilmu yang dalam penelitian klasik dipahami sebagai pengethuan tantang sebab akibat atau asal usul, dan merupakan sebuah cabang studi yang berkenaan dengan pengamatan dan pengklasifikasian fakta-fakta, khususnya dengan kaidah-kaidah umum yang dapat diuji. Sementara itu menurut Muhammad Hatta bahwa ilmu itu lahir karena manusia dihadapkan pada dua masalah yaitu alam luaran (kosmos), dan sosial hidup (etik).
Ilmu atau ilmu pengetahuan dalam bahasa inggrisnya science atau wissenschaft (bahas Jerman) atau watebchaf  (bahasa Belanda) dan ‘alima (bahasa Arab) yang berarti tahu. Jadi science maupun ilmu secara etimologi, berarti pengetahuan. Dalam bahasa Indonesia, antara pengetahuan, yang meliputi disiplin-disiplin ilmu pasti (natural science), ilmu-ilmu sosial (sosial science), dan ilmu-ilmu rohani-humaniora (humantis). Sedangkan dalam Ensiklopedia Indonesia ilmu pengetahuan diartikan sebagai suatu sistem dari berbagai pengetahuan yang masing-masing mengenai satu lapangan pengalaman tertentu yang disusun sedemikian rupa menurut asas-asas tertentu, sehingga menjadi kesatuan, suatu sistem dari berbagai pengethuan yang masing-masing didapatkan dari hasil pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan secara teliti dengan memakai metode-metode tertentu.
Sementara itu menurut A. Hakim Nasution pengetahuan atau science adalah hasil penalaran manusia dengan akalnya berupa pengalaman manusia yang diberi pola sistematis. Oleh Soejono Soemargono diartikan sebagai; Suatu sistem yang terdiri dari pengetahuan-pengetahuan yang ditujukan untuk memperoleh kebenaran (ilmiah) dan sedapat mungkin untuk mencapai kebahagiaan manusia.
Sementara itu RBS. Fudyatartanta mengatakan bahwa pengetahuan yang ada dalam ilmu pengetahuan itu harus diperoleh dari pemikiran yang logis dan rasional. Oleh karena itu, beliau mengatakan bahwa pengetahuan itu ialah: Susunan yang sistematis dari kenyataan ilmiah mengenai suatu objek atau masalah yang diperoleh dari pemikiran yang runtut (hasil logika formil dan logika materil).

C.    Eksistensi dan Objek Studi Ilmu Dakwah.
Setiap ilmu pengetahuan mempunyai objek studi, karena ia merupakan salah satu pokok syarat ilmu pengetahuan, di samping syarat-syarat lain yakni metodik, universal, dan sistematis. 
Ada dua objek kajian dalam ilmu dakwah, objek material adalah semua aspek ajaran islam (Al Qur’an dan Sunnah), hasil ijtihat dan reaksasinya dalm sistem pengetahuan, teknologi, sosial, hukum, ekonomi, pendidikan, dan lainnya, khususnya kelembagaan islam. Objek material ilmu dakwah inilah yang menunjukkan bahwa ilmu dakwah adalah satu rumpun dengan ilmu-ilmu denagn keislaman lainnya, karena objek yang sama juga diikuti olek ilmu-ilmu keislamn lainnya, seperti: Fiqh, Ilmu Kalam, dan lainnya. Adapun objek formal adalah bagian dari objek material yang hanya disoroti oleh suatu ilmu tertentu, sehinnga dapat membedakan ilmu satu denagn ilmu lainnya.
 Sedangkan menurut Poedjawijadna yang dikatakan  dalam bukunya; Tahu dan Pengalaman sebagai berikut; ”jika pengetahuan hendak disebut sebagai ilmu, maka haruslah objektifitas, bermetodos universal, dan sistematis.
Syarat-syarat dari ilmu pengetahuan adalah objektif. Syarat ini mengandung pengertian, yaitu:
1.      Bahwa ilmu pengetahuan itu harus memilki objek studi yang menjadi lapangan penilitian. Dalam hal ini ada yang menyebutkan dengan objek materi dan objek formal. Dalam objek yang sama maka lapangan penyelidikan itu disebut dengan objek material sedangkan dari sudut mana objek material itu disoroti disebut dengan objek formal. Objek formallah yang menentukan macam ilmu jika ada beberapa ilmu yang memiliki objek meterial yang sama.
2.      Objektif itu juga berarti bahwa ilmu itu harus sesuai dengan keadaan objeknya dan persesuaian antara pengetahuan dan objeknya itulah yang disebut kebenaran”.[5]
Semua itu harus juga metodik, artinya untuk mencapai kebenaran tersebut harus digunakan cara-cara tertentu atau menggunakan metode ilmiah. Metode ilmiah tersebut oleh F. Isjawara, dikatakan sebagai: “Metode senantiasa alat yang digunakan untuk menguji suatu kebenaran pengetahuan , alat untuk memvarivikasikan apakah pengetahuan kita mengenai suatu hal sesuai dengan keadaan sebenarnya. Sebagai alat metode ilmiah merupakan suatu prosedur yang melalui beberapa penyelidikan.”
Syarat ketiga dari ilmu pengetahuan adalah universal, artinya kebenaran yang telah diperoleh dengan menggunakan metode ilmiah itu harus merupakan kebenaran yang bersifat umum.
Adapun objek forma dari dakwah adalah suatu jawaban terhadap pertanyaan “bagaiman memanggil manusia untuk taat menjalnkan ajaran agama”
Imam Sayuti Farid secara lebih rinci menerangkan bahwa objek materi ilmu dakwah adalah proses penyampaian ajaran kepada umat manusia, sedangkan objek formanya adalah proses penyampaian ajaran islam kepada umat manusia yang terdiri dari:
1.    Proses penyampaian agama islam.
2.    Hubungan antara unsur-unsur dakwah.
3.    Proses keagamaan pada diri manusia.
Dakwah modern memerlukan strategi dan perencanaan yang canggih. Itu tidak akan terwujud bila proses dakwah tidak didukung dengan wawasan teoritis yang memadai. Ilmu dakwah de facto sudah diakui tinggal upaya meningkatkan dan merokonstruksi diri untuk mendapatkan de yure-nya. Itu berarti mengundang para peminat ilmu dakwah untuk bekaerja lebih luas lagi. 
Selanjutnya A. Choirul Basori setelah mempelajari karya-karya ilmiah tentang ilmu dakwah  yang telah beredar di masyarakat menyebutkan adanya beberapa pandangan terhadap ilmu dakwah:
1. Golongan yang berpendapat bahwa ilmu dakwah yang pembenarannya normatif doktrin mengambil arti ayat-ayat Al Qur’an  dan Hadits sudah memadai sebagai ilmu walaupun bukan sebagai ilmu pengetahuan. Golongan ini terlalu berlebihan dalam mefungsikan ayat-ayat AlQur’an dan Hadits. Padahal  penerapan wahyu dalam dunia empiris perlu penggunaan rasio manusia, wahyu berfungsi sebaga penyinar, petunjuk, pembimbing, dan pengarah. Dan atas penemuannya disusunlah teori-teori unruk mengatasi problem kehidupan.
2. Golongan yang berpendapat bahwa ilmu dakwah yang sekarang ini belum bisa diterima sebagai sebuah disiplin ilmu, masih merupakan pengetahuan nonsains. Alasan yang dikemukakan adalah bahwa ia belum dibangun atas metode keilmuan. Golongan ini terlalu apriori. Padahal apabila kita mau berfikir dengan seksama, seorang penulis yang terpelajar di dalam memahami nash-nash Al Qur’an d an Hadits, dan menjabarkannya dalam tulisan, ia tidak bekerja dengan jiwa yang kosong seperti robot. Pengalaman demi pengalaman telah terolah dengan logikanya, kemudian mengendap dan secara reflektif keluar berupa pikiran-pikiran yang baru, tertuang dalam tulisan-tulisannya, namun demikian memang perlu diadakan rekonstruksi tentang sistem penulisan buku-buku ilmu keislaman.
3. Golongan ini berpendapat bahwa ilmu dakwah tidak lain adalah ilmu komunikasi, mengingat yang berbeda hanyalah mengenai materi messages-nya. Golongan ini kurang seksama dalam aspek-aspek yang berada antara ilmu dakwah dan ilmu komunikasi. Bahkan perbedaan itu menyangkut yang paling asasi yaitu mengenai objek forma dan dasar pembentukannya. Objek kajian ilmu komunkasi adalah penyampaian pesan sosialisasi untuk pergaulan islamisasi untuk kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Ilmu komunikasi dasar pembentukannya menggunakan metode deduksi minus wahyu.
Sedang ilmu dakwah menggunakan metode deduksi induksi plus wahyu. Agar lebih memahami tingkat keilmuan ilmu dakwah sejauh ini, perlu dianlisis tiga landasan:

a)    Landasan Ontologis.
Ontologis merupakan bagian dari filsafat sistematis metafisika. The Lian Gie telah membuat struktur pengetahuan filsafat yang terbagai dalam tiga bidang, yaitu filsafat sistematis, filsafat khusus, filsafat keilmuan.
Ontologi ilmu dakwah ada yang menghadirkan sub pembahasannya meliputi sifat dan objek ilmu dakwah, ada pula yang menghadirkan subnya tentang unsur-unsur dakwah dan ada pula sub tentang ruang lingkup kajian ilmu dakwah. Kajian ilmu seputar ontologi ini pada dasarnya sama yaitu meliputi, kajian tentang hakekat dan substansi yang membangun ilmu dakwah.
Objek tela’ah ilmu dakwah adalah sistem panggilan islam terhadap manusia agar melaksanakan ajaran Allah dan RasulNya. Sebagai sistem, dakwah perlu diorgani
sir ke dalam komponen–komponen yang saling berkaitan sehingga membentuk bangunan ilmu.

b)    Landasan epistemologis.
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani, asal katanya episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti teori. Epistemologi ini merupakan cabang dan filsafat yang membahas persoalan apa dan bagaimana seseorang memperoleh pengetahuan dalam bidang epistemologi.
Landasan epistemologis melihat sejauh mana suatu pengetahuan telah di peroleh melalui pendekatan ilmiah.Metode ilmiah adalah gabungan antara pemikiran rasional dan penempatan empiris sebagai farifikasinya. Menurut pengamatan sementara tentang literatur-literatur dakwah yang ada, landasan epistemologis masih mengandalkan pada sumber yang transenden dari Alquraan dan Hadist, kurang berusaha menggali dari kerangka teoritisnya. Seolah-olah ada anggapan bahwa Al Qur’an dan Hadist cukup memadai sebagai kerangka teoritisnya untuk lansung dioperasionalka.

c)    Landasan axiologis.
Aksiologi dapat dipahami sebagai bidang telaah terhadap ilmu yang mempertanyakan tujuan ilmu. Apakah suatu ilmu itu hanya merupakan penjelasan objektif terhadap realitas, atau teori ilmu pengetahuan untuk mengatasi berbagai masalah yang relevan dengan realitas bidang kajian ilmu tertentu.
Pengetahun adalah kekuasaan, kata  fracis bacon di abad yang silam. Pengetahuan sangat tergantung pada sistem nilai bagi si pemilik sistem tersebut. Ilmu dakwah jelas pemiliknya adalah umat Islam yang memiliki syarat nilai, bahwa hidup ini untuk Allah semata dan memanfaatkan hidup bagi sesama manusia.
Guna ilmu dakwah adalah untuk membantu umat Islam dalam memecahkan problema dakwah, dengan memberikan landasan teoritis dan tuntutan praktis sehingga dalam menjalankan tugasnya lebih efektif.

D.  Ilmu-ilmu Bantu Ilmu Dakwah.
Ilmu dakwah selalu membutuhkan bantuan ilmu-ilmu lainnya di dalam memahami objek studi materi dan objek studi formanya.
*    Ilmu dakwah dan ilmu-ilmu agama islam.
Ilmu dakwah memiliki kaitan sangat erat dengan ilmu agama islam seperti Tafsir, Fikih, Perbandingan agama, dan sebagainya. Hal ini akan semakin dapat diketahui hal-hal yang berkaitan dengan dakwah baik dengan cara-cara dakwah, pengaruhnya terhadap sikap dan tingkah laku seseorang, media-media dakwah dan masalah-masalah yang lain yang termasuk objek forma ilmu dakwah.
Ilmu-ilmu agama juga membutuhkan bantuan ilmu dakwah dalam menyampaikan dirinya kepada umat manusia. Tanpa diterangkan dan disampikan kepada masyarakat, ilmu-ilmu agama tersebut hanya merupakan suatu ide belaka yang tidak bisa terwujud dalam kenyataan serta tidak diketahui orang lain.
*    Ilmu-ilmu Dakwah dengan Ilmu-ilmu Sosial Politiik.
Ilmu-ilmu Sosial menerangkan berbagai macam segi kehidupan individu dan sosial secara detail dan terperinci. Ilmu ini dapat membantu ilmu dakwah dalam memahami masyarakat tersebut, sebab penyampain ajaran Islam yang menjadi sarana ilmu dakwah sangat komplek yang menyangkut segi struktur sosial, proses sosial, interaksi sosial, dan perubahan sosial seperti yang dibahas dalam sosiologi; maupun tingkah laku manusia sebagai pribadi sosial dan masalah-masalah kejiwaan lainnya seperti yang dikaji dalm ilmu psikologi dn psikologi sosial.
*    Ilmu Dakwah dan Ilmu-ilmu Normatif dan Metodologis
Ilmu-ilmu normatif adalah ilmu-ilmu yang membicarakan bagaimana seharusnya sesuatu itu, sebagai kebalikan dari ilmu-ilmu positif yang membicarakan suatu menurut apa adanya. Yang termasuk ilmu normatif adalah: ilmu penelitian (riset), ilmu logika, ilmu bimbingan, dan penyuluhan, retorika, publisistik/komunikasi, dan sebagainya.

E.  Metode Pengembangan Ilmu Dakwah.
Setiap ilmu termasuk ilmu dakwah memiliki segi estetika dan segi dinamika, Soejono Soekamto dalam hal ini menjelaskan:
.....Ilmu pengetahuan itu dikatakan memilki segi estetika yang berupa suatu sistem tertentu yang terdiri dari pengetahuan-pengetahuan ilmiah. Sedangkan ditinjau dari segi dinamikanya ilmu pengetahuan itu merupakan suatu usaha yang berlangsung terus menerus untuk mencapai kebenaran ilmiah dan  kebenaran umat manusia.
Pengembangan ilmu dimaksud adalah pengembangan yang terarah dan bermetodik, artinya menggunakan metode ilmiah yang sudah ada, karena pengembangan ilmu hanya dapat dilakukan dengan peneliti baik melalui library research (riset kepustakaan), maupun field research (riset alpangan atau empiris).
Secara umum, metode penelitian ilmiah dalam buku Filsafat Ilmu disebutkan dua metode, yaitu:
·  Metode siklus empiris, yaitu cara-cara penggunaan suatu objek ilmiah tertentu yang dilakukan dalam ruangan tertutup seperti laboratirium, kamar kerja ilmiah, dalam studio ilmiah, dan lain sebagainya.
·  Metode linear, yaitu cara-cara penengah suatu objek ilmiah tertentu yang terdapat dan dilakukan dalam alam terbuka, khususnya yang menyangkut perikehidupan atau tingkah laku manusia.
Dalam pengembangan ilmu dapat dilakukan penyelidikan secara historis dan medis.
1.      Penyelidikan Historis.
Imam Asy’ary mengatakan bahwa metode sejarah (historika) itu adalah menganalisis kedudukan keadaan yang terdapat sekali berlalu dengan menyatakan kausalitas atau sebab akibatnya. Meneliti peristiwa-peristiwa, proses-proses, dan lembaga peradaban manusia masa silam dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran yang tepat tentang kehidupan masyarakat waktu itu.
Yang menjadi sorotan utama dalam penyelidikan historis dakwah adalah bentuk-bentuk dakwahhya yang telah dilaksanakan di masa lampau terutama dakwah yang telah dilakukan oleh Rasulullah, dakwah pada masa Khullafaurrasyidin serta dakwah pada masa berikutnya baik di masa kejayaan Islam maupun kemundurannya. Dakwah islam yang ada sekarang ini memiliki kaitan yang erat dengan dakwah pada masa-masa silam tersebut.
2.      Penyelidikan Empiris.
Penelitian empiris ini ditujukan kepada segala bentuk aktifitas dakwah islam yang dilaksanakan pada saat sekarang ini dengan segala problematikannya. Segi yang disoroti dalam penelitian ini adalah mengenai unsur-unsur yang harus ada dalam setiap dakwah, yaitu mengenai subjek dakwah (da’i), penerima dakwah, isi (materi) dakwah, saluran (media) dakwah, serta pengaruh yang ditimbulkan terhadap sikap dan tingkah laku keagamaan individu dan masyarakat yang menerimanya (internalisasi nilai-nilai agama).

F.   Sejarah dan Perkembangan Ilmu Dakwah.
          Ada yang mengatakan bahwa sejarah dakwah secara umum dimulai semanjak filosofi Yunani sebelum masehi. Tetapi sebenarnya jauh lebih tua dari itu. Sejarahnya dimulai sejak iblis mempengaruhi adam dan hawa dengan propogandanya yang sangat menarik dan memikat hati kedua nenek moyang itu untuk memakan buah khuldi yang terlarang itu, sebagaiman yang dikisahkan di dalam Al Qur’an surat Thaha ayat 120-121:
Kemudian syaitan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: "Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi[948] dan kerajaan yang tidak akan binasa?"
Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia
Sejarah perkembangan ilmu dakwah tidak dapat dilepaskan dari sejarah dakwah itu sendiri. Sejauh ini sejarah perkembangan ilmu dakwah belum pernah dibahas oleh literatur-literatur ilmu dakwah. Karena ilmu dakwah tergolong kedalam ilmu yang masih baru.
Secara garis besar perkembangan ilmu dakwah adalah:
1.      Tahap  Konvensional.
Pada tahap ini dakwah masih merupakan kegiatan kemanusiaan berupa seruan atau ajakan untuk menganut dan mengamalkan ajaran Islam yang dilakukan secara konvensional, artinya dalam pelaksanaan secara operasional belum mendasar pada metode-metode ilmiah, akan tetapi berdasarkan pengalaman orang perorangan. Oleh karena itu, tahapan ini juga disebut dengan tahapan tradisional.
2.      Tahapan Sistematis.
Tahap ini merupakan tahap pertengahan, pada tahap ini  dakwah juga ditandai dengan adanya perhatian masyarakat yang lebih luas terhadap pelaksanaan dakwah islam sehingga memunculkan seminar, diskusi sarasehan, dan pertemuaan-pertemuan ilmiah lainnya, yang secara khusus membicarakan masalah yang berkenaan dengan dakwah. Tahap ini merupakan tahap yang sangat menetukan dalam tahap atau pengembagan selanjutnya sebab tahap-tahap gejala ilmu dakwah mulia kelihatan.
3.      Tahapan Ilmiah.
Pada tahap ini dakwah telah berhasil tersusun sebagai ilmu pengetahuan setelah melalui tahap sebelumya dan memenuhi syarat-syaratnya yang objektif, metodik, sistematik, sebagaimana telah disinggung pada pembahasan-pembahasan sebelumnya. Ini adalah berkat jasa para Ulama’ yang telah banyak berupaya untuk menyusun dan mengembangkannya dengan jalan mengadakan pembahasan dan penelitian kepustakaan maupun secara lapangan tentang fenomena-fenomena dakwah yang dianalisis lebih jauh dan telah melahirkan beberapa teori dakwah. Walaupun demikian tidak berarti ilmu ini lepas dari keraguan tentang eksistensi keilmuannya.
Ilmu dakwah mengalami proses perkembangan yang positif sehinnga semakin hari semakin estabilished sehingga semakin waktu mendapat sambutan dan pengakuan dari masyarakat mengenai eksistensinya.
Khusus untuk Indonesia, pengakuan ilmu dakwah ini pertama kali dapat dilihat dengan dibukanya jurusan dakwah pada fakultas yang ada di IAIN yang ada di sseluruh Indonesia dan ditambah dengan program pascasarjananya baik di S2 maupun S3 di seanatero Indonesia. Pengakuan masyarakat ilmiah tentang ilmu dakwah di atas juga diperkuat dengan hasil diskusi pembidangan ilmu agama Islam yang dilakukan oleh proyek pembinaan Perguruan Tinggi Agama Jakarta setelah mendapatkan dari LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) bahwa dakwah Islamiah telah memiliki disiplin ilmu dakwah, bimbingan Islam, dll.

BAB III

ANALISIS


Ilmu dakwah telah menjadi salah satu disiplin ilmu pengetahauan yang tujuannya adalah menyampaikan isi atau pesan ajaran agama kepada umat manusia dengan semenarik mungkin hingga dapat diterima dalam kehidupan bermasyrakat.
Ilmu dakwah tergolong disiplin ilmu dalam tarafnya yang masih sangat muda,  masih ada sekelompok orang tertentu yang enggan yang mengakui ilmu dakwah sebagai ilmu yang berdiri sendiri. Hal seperti ini bukan saja dialami ilmu dakwah saja tetapi ilmu pengetahuan yang masih muda juga mengalami proses yang sama. Tapi hal ini tidak menjadi alasan yang akan menghentikan gerak langkah para personilnya untuk mengembangkan sayap dakwah yanag lebih mantap dan efisien lagi di masa yang akan datang.
Dalam rangka memahami kebutuhan dan pengembangan agama islam serta mengingat kondisi masyarakat yang semakin kompleks. Para pemerhati dan aktivis dakwa yang semakin banyak, hal ini ditandai dengan munculnya buku-buku dakwah serta seminar-seminar dakwah semakin memberi harapan akan perkembangan yang lebih positif  bagi ilmu dakwah.
Kita tidak perlu terlalu tergesa-gesa berusaha untuk memvonis mengenai kadar keilmuan ilmu dakwah dan kemudian mencampakkannya bila ternyata kita mendapatkan kenyataan bahwa ilmu dakwah yang sekarang ini belum memenuhi standar keilmuan. Bukankah kita mengetahui bahwa sains sampai pada tingkat yang sekarang ini, pernah mengalami proses merangkak fase demi fase dari bawah. Dari periode sains, kono sians, baru mencapai sains. Dan sains betapa pun canggihnya tetap mempunyai sisi-sisi kelemahan dalam memahami gejala-gejal kehidupan. Oleh sebab itu derajat kebenaran sains hanyalah memberi peluang untuk besar. Akan tetapi, kita mengakui bahwa sains tetap merupakan perangkat andalan yang sangat besar manfaat dan jasanya bagi manusia untuk mengatasi problem kehidupan.
Dalam menghadapi permasalahn ilmu dakwah sekarang ini khususnya para aktivis dakwah dan orang-orang yang berkecipung dalam hal penyiaran dakwah harusnya mempunyai tekad yang kuat untuk mengembangkan ilmu ini dengan lebih majunya. Saat-saat di era teknologi yang serba canggih, manusia-manusia membutuhkan sentuhan hati melalui jalan dakwah yang sarat denagn nuansa ketenangan dan kebahagiaan hidup mereka.dan hal ini terbukti dengan semaraknya majlis ta’lim dan majlis zikir.
Dakwah yang modern memerlukan strategi dan perencanaan yang canggih dan matang. Hal itu tidakkan terwujud bila proses dakwah tidak didukung dengan wawasan luas yang teoritis dan memadai.
Ilmu dakwah selalu membutuhkan bantuan ilmu-ilmu lainnya di dalam memahami objek studi materi dan objek studi formanya. Jadi tidak yang terbatas dengan ilmu dakwah saja tetapi kaitkan dengan ilmu-ilmu yang berhubungan atau yang berkaitan dengan ilmu dakwah itu. Seperti ilmu sosial, budaya, psikologi, ekonomi dll.
Guna ilmu dakwah adalah untuk membantu umat Islam dalam memecahkan problema dakwah, dengan memberikan landasan teoritis dan tuntutan praktis sehingga dalam menjalankan tugasnya lebih efektif.
Ilmu dakwah haruslah menjadi ilmu yang dipakai untuk mengetahui berbagai seni menyampaikan kandungan ajaran islam, baik itu akidah, syari’ah, maupun akhlak menurut pendapat Dr. Ahmad Ghalwasy dalm bukunya”ad dakwah al islamiah”.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

1.    Kesimpulan.
Ilmu dakwah adalah ilmu yang membahas tentang bentuk-bentuk penyampaian ajaran islam kepada seseorang atau sekelompok orang terutama mengenai bagaimana seharusnya menarik perhatian manusia agar mereka menerima dan mengamalkan ajaran secara kaffah.
          Objek pengetahuan manusia itu bermacam-macam ada yang kalanya, tentang dirinya, tentang    benda-benda di sekelilingnya, tentang alam raya ini, tentang kehidupan manusia sehari-hari, tentang kegiatan keagamaan, dan sebaginya. Pengetahuan itu dapat diperoleh dengan tidak sengaja. Pengetahuan itu oleh Poedjawijadna dikatakan bisa berupa pengetahuan khusus dan berupa pengetahuan umum. Sedangkan pengetahuan umum yang merupakan pengetahuan yang berlaku bagi seluruh macam dan masing-masing dan macamnya.
Setiap ilmu pengetahuan mempunyai objek studi, karena ia merupakan salah satu pokok   syarat ilmu pengetahuan, di samping syarat-syarat lain yakni metodik, universal, dan sistematis. Sebagaimana dikatakan oleh Poedjawijadna dalam bukunya; Tahu dan Pengalaman sebagai berikut; jika pengetahuan hendak disebut sebagai ilmu, maka haruslah objektifitas, bermetodos universal, dan sistematis.
Ilmu dakwah selalu membutuhkan bantuan ilmu-ilmu lainnya di dalam memahami objek studi materi dan objek studi formanya.
Sejarah perkembangan ilmu dakwah tidak dapat dilepaskan dari sejarah dakwah itu sendiri. Sejauh ini sejarah perkembangan ilmu dakwah belum pernah dibahas oleh literatur-literatur ilmu dakwah. Karena ilmu dakwah tergolong kedalam ilmu yang masih baru.
2.    Saran.
Makalah ini ditujukan kepada mahasiswa/i khususnya fakultas Dakwah untuk dapat mengenal lebih dalam tentang perkembangan dakwah hingga menjadi sebuah disiplin ilmu pengetahuan serta aplikasi-aplikasi yang menemani ilmu dakwah. Dengan munculnya ilmu dakwah diharapkan dapat menjadi sebuah sarana yang menyebarluaskan agama islam kepada masyarakat dan dapat membentuk masyarakat yang berbudaya islami.  Kami juga sangat berharap kepada para cendikiawan dan aktivis dakwah terus melanjutkan pendalaman dan pemahaman  mengenai ilmu dakwah ini agar di kemudian hari ilmu dakwah akan mendapat ruang yang setempat dengan ilmu-ilmu yang lain di hati masyarakat. Amiin.

DAFTAR PUSTAKA

Ali Azis, Moh, Ilmu Dakwah, Jakarta Timur Kencana, 2004.
Fauzi, Nurullah, Dakwah-dakwah yang paling mudah, Jawa timur, Putra pelajar, 1999.
Rasyidin, dkk, Ilmu Dakwah (perspektif Gender),  Bandar Publishing: Banda Aceh, 2009.
Jahja Omar, Toha, Ilmu Dakwah, Widjaya: Jakarta. 1992



[1] Toha Yahya Oemar. Ilmu Dakwah, (Widjaya, Jakarta, 1992), h. 1
[2] Moh. Ali Aziz. Ilmu Dakwah, (Kencana, Jakarta, 2004), h. 34
[3] Jalaluddin Rahmat. Ilmu Dakwah dan Kaitannya dengan Ilmu-ilmu Lain, (Semarang, Seminar, 1990), h. 4
[4] Poeradisastro. Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Kebudayaan Modern, (Giri Mukti Pusaka, Jakarta, 1981), h. 1
[5] Poejawijadna, Ibid, h. 26

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

SURAT CINTA SANG IKHWAN

MAKALAH ILMU PEMBANGUNAN